Assalamu'alaikum,,
Selamat datang di Blog ini, semoga apa yang ada disini dapat bermanfaat bagi kita semua,,
Aamiin,,

Ghibah

Ghibah (menggunjing)  merupakan salah satu dosa besar yang disepelekan / dilupakan / memang karena masyarakat sendiri tidak tahu menahu tentang Ghibah itu sendiri. Akibatnya sekarang banyak sekali orang orang yang melakukannya tanpa tahu apa itu dosa atau tidak.
Maka dari itu mari kita sedikit belajar tentang Ghibah itu sendiri.


Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tahukah engkau apa itu ghibah?” Mereka menjawab, “Allah dan Rasul-Nya yang lebih tahu.” Ia berkata, “Engkau menyebutkan kejelekan saudaramu yang ia tidak suka untuk didengarkan orang lain.” Beliau ditanya, “Bagaimana jika yang disebutkan sesuai kenyataan?” Jawab Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Jika sesuai kenyataan berarti engkau telah mengghibahnya. Jika tidak sesuai, berarti engkau telah memfitnahnya.” (HR. Muslim no. 2589).

Dan Ghibah sendiri menurut Imam Nawawi bererti bahwa Ghibah yaitu membicarakan kejelekan orang lain disaat orang tersebut ( orang yang dibicarakan ) tidak ada dalam perbincangan tersebut.

Halaman. 597 dalam Al Adzkar , Imam Nawawi rahimahullah menyebutkan, “Ghibah adalah sesuatu yang amat jelek, namun tersebar dikhalayak ramai. Yang bisa selamat dari tergelincirnya lisan seperti ini hanyalah sedikit. Ghibah memang membicarakan sesuatu yang ada pada orang lain, namun yang diceritakan adalah sesuatu yang ia tidak suka untuk diperdengarkan pada orang lain. Sesuatu yang diceritakan bisa jadi pada badan, agama, dunia, diri, akhlak, bentuk fisik, harta, anak, orang tua, istri, pembantu, budak, pakaian, cara jalan, gerak-gerik, wajah berseri, kebodohan, wajah cemberutnya, kefasihan lidah, atau segala hal yang berkaitan dengannya. Cara ghibah bisa jadi melakui lisan, tulisan, isyarat, atau bermain isyarat dengan mata, tangan, kepala atau semisal itu.”

Dan bahkan dikatakan dalam Majma’ Al Anhar (2: 552), segala sesuatu yang ada maksud untuk mengghibah termasuk dalam ghibah dan hukumnya haram.

Berdasarkan kata sepakat ulama, Ghibah itu hukumnya haram. Dan Ghibah termasuk dalam dosa besar. Sebagian ulama membolehkan ghibah pada non muslim seperti Yahudi dan Nashrani sebagaimana diisyaratkan dalam Subulus Salam (4: 333), dan sebagiannya lagi tetap melarang ghibah pada kafir dzimmi.
Namun demikian, tidak semuanya Ghibah itu dilarang.Mari kita simak,

GHIBAH YANG DIBOLEHKAN
Al-Hasan sebagaimana dikutip Imam Al-Ghazali dalam Teosofia Al-Quran, menyebutkan: 

"Ada tiga golongan tidak termasuk menggunjing jika menyebut aib mereka, yaitu orang yang mengikuti hawa nafsu, orang fasik yang melakukan kefasikan secara terang-terangan, dan pemimpin yang menyeleweng". 

Memperingatkan seorang / sesama Muslim atas kejahatan seseorang pun termasuk dalam ghibah yang diperbolehkan. Mengungkapkan pemimpin (pejabat) yang korup atau menyalahgunakan jabatan termasuk ghibah yang dibolehkan. Itu adalah tadzkirah sekaligus koreksi bagi sang pemimpin tersebut yang mestinya menjadi teladan.

Bahkan Imam Nawawi dalam Syarah Muslim juga mengemukakan, bahwa ada enam keadaan yang diperbolehkan untuk menyebutkan ‘aib orang lain (atau yang kita sebut dengan ghibah):

  1. Mengadukan perbuatan zhalim atau perbuatan jahat orang lain yang dialami kepada penguasa atau pada pihak yang berwenang.
  2. Meminta tolong agar dihilangkan dari suatu perbuatan mungkar dan untuk membuat orang yang berbuat kemungkaran tersebut kembali pada jalan yang benar. 
  3. Meminta fatwa (nasihat hukum) kepada seorang mufti. Misalnya, seseorang bertanya kepada mufti: “Saudara kandungku telah menzalimiku demikian dan demikian. Bagaimana caranya aku lepas dari kezaliman yang ia lakukan?”
  4. Mengingatkan kaum Muslimin terhadap suatu kejelekan seperti mengungkap jeleknya hafalan seorang perawi hadits.
  5. Membicarakan orang yang terang-terangan berbuat maksiat dan bid’ah terhadap maksiat atau bid’ah yang ia lakukan, bukan pada masalah lainnya.
  6. Menyebut orang lain dengan sebutan yang ia sudah ma’ruf dengannya, seperti menyebutnya si buta. Namun, jika ada ucapan yang bagus, itu lebih baik. (Syarh Shahih Muslim).


Nah, sekarang kita jadi tahu kalau Ghibah sendiri merupakan Dosa Besar. Jadi jagalah lisan kita sediri, karena yang bertanggung jawab akan lisan kita adalah kita sendiri, bukan orang tua / orang lain. Meskipun mungkin orang tua kita tidak memberi tahu tentang apa itu Ghibah, namun kita sendiri sebagai umat Muslim di Wajibkan belajar dari kita lahir sampai ajal menjemput kita. Jadi, kita tidak boleh menyalahkan orang lain akan hal tersebut. Karena, kita sendiri yang melakukan kenapa kita harus meminta pertanggung jawaban kepada orang lain,?? Lagipula, setelah kematian, kita tidak akan bisa berbohong dengan apa yang telah kita perbuat, karena semua yang kita lakukan di muka bumi ini telah dicatat.

Dan bahkan perlu kita ketahui bahwa Ghibah sendiri juga merupakan suatu hal bisa merusak hubungan suatu masyarakat ataupun suatu bangsa atau mungkin persatuan dari Negara.  Bukankah itu sungguh sesuatu yang wwoooww,, Karena hanya dari suatu perkataan yang kita anggap sepele bahkan tidak bermutu bisa merusak hubungan yang sangat erat,,

Jadi, mari kita bersama sama untuk memperbaiki diri dari dosa dosa yang pernah / sering / mungkin setiap hari kita lakukan. Karena kalau kita masih melakukan perbuatan dosa tersebut bahkan ketika kita sudah mengetahui bahwa itu tidak diperbolehkan maka kita termasuk salah satu golongan orang yang merugi. Karena, hidup kita hanya sekali dan bahkan kita tidak mengetahui kapan kita akan mati. Sesali atas dosa yang telah kita perbuat ,dan berubahlah. Karena Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.

Mari kita bersama sama untuk berubah, berubah, dan berubah menjadi lebih baik dari sekarang.

Semoga bermanfaat,,
Didapat dari sumber:  
Al Adzkar An Nawawiyah, Yahya bin Syarf An Nawawi, terbitan Dar Ibni Khuzaimah, cetakan pertama, tahun 1422 H.

Kunuz Riyadhis Sholihin, Rois Al Fariq Al ‘Ilmi: Prof. Dr. Hamad bin Nashir bin ‘Abdirrahman Al ‘Ammar, terbitan Dar Kunuz Isybiliya, cetakan pertama, tahun 1430 H.

Syarh Shahih Muslim, Yahya bin Syarf An Nawawi, terbitan Dar Ibni Hazm, cetakan pertama, tahun 1433 H.


No comments:

Post a Comment